Sejak
dulu banyak orang yang membudidayakan ikan, termasuk lele dimonopoli oleh
pembudidaya yang mempunyai lahan yang relatif luas, karena ada anggapan bahwa
lele akan berkembang baik di lahan yang luas dan terbuka. Anggapan tersebut
sepenuhnya tidak benar. Kini, semua orang bisa membudidayakan lele, baik orang
yang punya lahan yang luas maupun orang punya lahan yang terbatas (sempit),
seperti pekarangan sempit rumah..
Budidaya lele sekarang mulai marak dibudidayakan di lahan-pekarangan
sempit dengan modal yang minimal dan
teknik yang sederhana.
Saat ini banyak orang
mencari peluang usaha untuk menambah penghasilan ataupun sebagai mata
pencaharian utama. Tetapi banyak yang terkendala dalam sei permodalan, ataupun
keterbatasan lahan. Tentunya kita harus pandai-pandai mencari peluang usaha
yang cukup menjanjikan tetapi tidak banyak memerlukan modaldan bisa menggunakan
lahan yang terbatas.
Budidaya lele di pekarangan
sempit adalah sebuah solusi dan alternatif usaha yang ditawarkan bagi mereka
yang mempunyai lahan sisa, lahan menganggur dan terbatas di sekitar rumah.
Usaha ini selain cukup mudah, juga tidak memerlukan modal besar dan tingkat
kerugian kecil. Tentunya juga bisa memberikan keuntungan yang menjanjikan.
A. PENGERTIAN
BUDIDAYA DI PEKARANGAN SEMPIT
Budidaya lele di pekarangan
sempit merupakan teknik budidaya yang cukup unik, ataupun boleh dibilang
kontroversial, dan berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh para
pembudidaya lele tradisional selama ini. Teknik ini mengupayakan secara maksimal
pemanfaatan lahan sisa yang tidak terpakai atau menganggur yang ada di sekitar
rumah. Misalnya, pekarangan sempit rumah, rumah kosong, gudang kosong ataupun
dak rumah yang tidak terpakai. Media yang digunakan pun tidak bersifat
permanen, yaitu menggunakan terpal dengan sistem padat tebar.
Budidaya semacam ini cocok
bagi mereka yang mempunyai lahan yang sangat terbatas, terutama di daerah
perkotaan atau pemukiman padat penduduk. Teknik ini bisa diterapkan oleh
pembudidaya bermodal kecil ataupun pembudidaya bermodal besar dan mempunyai
lahan yang luas, tetapi ingin tetap memaksimalkan fungsi lahan dan meningkatkan
produksi ikannya.
Dalam usaha meningkatkan
hasil produksi dan mengurangi resiko kegagalan atau tingkat kematian benih,
sistem budidaya ini menggunakan alat bantu berupa aerator, yaitu mesin pembuat
gelembung untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air. Penggunaan aerator atau
mesin gelembung ini juga bertujuan untuk meningkatkan gairah makan benih lele
yang berumur di bawah satu bulan.
Kadar oksigen yang cukup
memicu gairah makan yang lebih tinggi. Dengan demikian, benih lele lebih cepat
besar dibandingkan dengan teknik budidaya yang biasa. Selain itu, waktu
pemanenan lele pun bisa dilakukan lebih cepat. Penggunaan aerator ini jarang
atau bahkan belum diterapkan dalam budidaya lele secara tradisional, kecuali
untuk ikan hias.
Budidaya lele di pekarangan
sempit menggunakan media berupa kolam terpal. Selain harganya murah, kolam ini
juga mudah dibuat. Ukuran kolam yang digunakan tergolong kecil. Kolam untuk
pemijahan maupun pembesaran ukurannya relatif sama, yaitu sekitar 2 x 3 m, 3 x
3 m, 2 x 4 m, atau tergantung bentuk serta lahan yang tersedia.
Agar kuantitas air air tetap
terjaga, usahakan penggunaan air seminimal mungkin. Selain untuk penghematan,
juga untuk memudahkan saat pengurasan dan pembersihan kolam. Ketinggian air
kolam untuk pembenihan disarankan 10 – 15 cm. Pada musim hujan ketinggian air
bisa lebih rendah, cukup 10 cm.
Namun jika kepadatan tebar
benih tinggi, ketinggian air harus disesuaikan. Untuk pembesaran, volume dan
ketinggian air disesuaikan denganusia dan ukuran tubuh lele.
B. JENIS
LELE YANG DIBUDIDAYAKAN
Lele yang cocok
dibudidayakan di pekarangan sempit adalah jenis phyton dan sangkuriang. Lele
tersebut merupakan varietas unggul dengan daya tahan hidup tinggi, lebih cepat
besar, serta tingkat produksi telurnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
variatas lele yang selama ini dibudidayakan masyarakat.
Lele sangkuriang dan phyton
merupakan hasil rekayasa perbaikan mutu indukan lele. Lele sangkuriang adalah
produk dari Balai Benih Air Tawar (BBAT) Sukabumi, sedangkan phyton adalah
hasil rekayasa perbaikan mutu lele yang dikembangkan oleh petani lele dari
Pandeglang, Banten.
Induk lele sangkuriang
merupakan hasil perbaikan genetik melalui rekayasa perkawinan silang antara induk
betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) lele dumbo.
Induk betina F2 merupakan koleksi indukan Balai Benih Air Tawar Sukabumi.
Indukan tersebut adalah keturunan kedua lele dumbo yang diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1985. Sementara itu, F6 merupakan sediaan indukan yang
dimiliki oleh Balai Benih Air Tawar Sukabumi.
Berbeda dengan lele
sangkuriang, lele phyton dihasilkan dari perkawinan silang antara induk lele
betina X Thailand (lele D89F2) dengan induk jantan lele dumbo F6. Lele phyton
dikembangkan dan diperkenalkan oleh Teja Suwarna, Sonar Raja Jati dan Wawan
Setawan dari Pandeglang Banten.
Kedua jenis lele unggul
hasil perkawinan silang ini sudah mulai banyak dibudidayakan oleh masyarakat.
Hasilnya jauh lebih menguntungkan jika dibanding dengan generasi sebelumnya.
C. PEMANFAATAN
LELE
Umumnya lele dimanfaatkan
untuk kebutuhan konsumsi dan pemenuhan gizi keluarga. Lele sangat baik
dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui serta anak-anak yang dalam masa
pertumbuhan, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu, lele juga
sangat baik untuk mengatasi kekurangan gizi, seperti korengan dan lemah fisik.
Lele yang dipelihara di
sawah bisa bermanfaat sebagai memberantas hama padi seperti serangga air,
karena serangga termasuk salah satu makanan alami yang sangat digemari lele.
Selain itu, lele juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat yang dapat diramu
dengan berbagai bahan obat lainnya untuk mengobati beberapa jenis penyakit,
seperti asma, datang bulan tidak teratur, hidung berdarah, dan kencing darah.
Lele juga dapat diolah
menjadi bermacam-macam produk olahan makanan yang rasanya lezat dan digeari
oleh masyarakat. Daging lele yang berukuran besar bisa dibuat filet ikan
(daging ikan tanpa duri). Fillet lele biasanya dikemas untuk kebutuhan ekspor ke beberapa negara seperti Belanda,
Amerika dan Eropa. Permintaan ekspor tidak hanya terbatas pada fillet lele,
tetapi juga berupa lele potong kepala, lele yang telah dibersihkan isi perutnya
dan lele utuh.
D. POTENSI
PASAR
Lele merupakan ikan ekonomis
penting. Permintaan pasar (konsumen) terhadap lele cenderung terus meningkat.
Kebutuhan atau permintaan terhadap lele tidak pernah surut. Bisa dibilang
produksi yang ada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk wilayah
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok saja setiap hari membutuhkan lebih
dari 75 ton lele konsumsi.
Tingkat konsumsi lele
nasional pada tahun 2003 meningkat 18,3%, yaitu dari 24.991 ton/tahun menjadi
57.740 ton/tahun. Revitalisasi lele sampai akhir tahun 2009 menargetkan
produksi sejumlah 175 ton atau meningkat rata-rata 21,64% per tahun. Sementara
itu permintaan benih lele juga terus meningkat, dari 156 juta ekor pada tahun
1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau meningkat rata-rata sebesar 46%
per tahun. Kebutuhan benih lele hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai
1,95 miliar ekor.
Untuk dapt memenuhi kebutuhan
konsumen lele secara nasional perlu adanya pertumbuhan dalam arti pertambahan
bobot ikan yang akan menentukan besarnya produksi. Dari uraian di atas dapat
dibayangkan bahwa prospek bisnis budidaya lele cukup baik dan terbuka lebar.
Pemasaran lele tidaklah
sulit. Lele tergolong ikan yang digemari masyarakat. Selain itu harganya pun
terjangkau oleh daya beli masyarakat umum. Peluang pasar lele masih terbuka
luas, sehingga memberikan prospek yang baik untuk dikembangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar