Kamis, 16 April 2015

PROSPEK BUDIDAYA LELE DI PEKARANGAN SEMPIT







            Sejak dulu banyak orang yang membudidayakan ikan, termasuk lele dimonopoli oleh pembudidaya yang mempunyai lahan yang relatif luas, karena ada anggapan bahwa lele akan berkembang baik di lahan yang luas dan terbuka. Anggapan tersebut sepenuhnya tidak benar. Kini, semua orang bisa membudidayakan lele, baik orang yang punya lahan yang luas maupun orang punya lahan yang terbatas (sempit), seperti pekarangan sempit rumah..  Budidaya lele sekarang mulai marak dibudidayakan di lahan-pekarangan sempit  dengan modal yang minimal dan teknik yang sederhana.
Saat ini banyak orang mencari peluang usaha untuk menambah penghasilan ataupun sebagai mata pencaharian utama. Tetapi banyak yang terkendala dalam sei permodalan, ataupun keterbatasan lahan. Tentunya kita harus pandai-pandai mencari peluang usaha yang cukup menjanjikan tetapi tidak banyak memerlukan modaldan bisa menggunakan lahan yang terbatas.
Budidaya lele di pekarangan sempit adalah sebuah solusi dan alternatif usaha yang ditawarkan bagi mereka yang mempunyai lahan sisa, lahan menganggur dan terbatas di sekitar rumah. Usaha ini selain cukup mudah, juga tidak memerlukan modal besar dan tingkat kerugian kecil. Tentunya juga bisa memberikan keuntungan yang menjanjikan.


A.     PENGERTIAN BUDIDAYA DI PEKARANGAN SEMPIT
Budidaya lele di pekarangan sempit merupakan teknik budidaya yang cukup unik, ataupun boleh dibilang kontroversial, dan berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh para pembudidaya lele tradisional selama ini. Teknik ini mengupayakan secara maksimal pemanfaatan lahan sisa yang tidak terpakai atau menganggur yang ada di sekitar rumah. Misalnya, pekarangan sempit rumah, rumah kosong, gudang kosong ataupun dak rumah yang tidak terpakai. Media yang digunakan pun tidak bersifat permanen, yaitu menggunakan terpal dengan sistem padat tebar.
Budidaya semacam ini cocok bagi mereka yang mempunyai lahan yang sangat terbatas, terutama di daerah perkotaan atau pemukiman padat penduduk. Teknik ini bisa diterapkan oleh pembudidaya bermodal kecil ataupun pembudidaya bermodal besar dan mempunyai lahan yang luas, tetapi ingin tetap memaksimalkan fungsi lahan dan meningkatkan produksi ikannya.
Dalam usaha meningkatkan hasil produksi dan mengurangi resiko kegagalan atau tingkat kematian benih, sistem budidaya ini menggunakan alat bantu berupa aerator, yaitu mesin pembuat gelembung untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air. Penggunaan aerator atau mesin gelembung ini juga bertujuan untuk meningkatkan gairah makan benih lele yang berumur di bawah satu bulan.
Kadar oksigen yang cukup memicu gairah makan yang lebih tinggi. Dengan demikian, benih lele lebih cepat besar dibandingkan dengan teknik budidaya yang biasa. Selain itu, waktu pemanenan lele pun bisa dilakukan lebih cepat. Penggunaan aerator ini jarang atau bahkan belum diterapkan dalam budidaya lele secara tradisional, kecuali untuk ikan hias.
Budidaya lele di pekarangan sempit menggunakan media berupa kolam terpal. Selain harganya murah, kolam ini juga mudah dibuat. Ukuran kolam yang digunakan tergolong kecil. Kolam untuk pemijahan maupun pembesaran ukurannya relatif sama, yaitu sekitar 2 x 3 m, 3 x 3 m, 2 x 4 m, atau tergantung bentuk serta lahan yang tersedia.
Agar kuantitas air air tetap terjaga, usahakan penggunaan air seminimal mungkin. Selain untuk penghematan, juga untuk memudahkan saat pengurasan dan pembersihan kolam. Ketinggian air kolam untuk pembenihan disarankan 10 – 15 cm. Pada musim hujan ketinggian air bisa lebih rendah, cukup 10 cm.
Namun jika kepadatan tebar benih tinggi, ketinggian air harus disesuaikan. Untuk pembesaran, volume dan ketinggian air disesuaikan denganusia dan ukuran tubuh lele.

B.     JENIS LELE YANG DIBUDIDAYAKAN
Lele yang cocok dibudidayakan di pekarangan sempit adalah jenis phyton dan sangkuriang. Lele tersebut merupakan varietas unggul dengan daya tahan hidup tinggi, lebih cepat besar, serta tingkat produksi telurnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan variatas lele yang selama ini dibudidayakan masyarakat.
Lele sangkuriang dan phyton merupakan hasil rekayasa perbaikan mutu indukan lele. Lele sangkuriang adalah produk dari Balai Benih Air Tawar (BBAT) Sukabumi, sedangkan phyton adalah hasil rekayasa perbaikan mutu lele yang dikembangkan oleh petani lele dari Pandeglang, Banten.
Induk lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui rekayasa perkawinan silang antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) lele dumbo. Induk betina F2 merupakan koleksi indukan Balai Benih Air Tawar Sukabumi. Indukan tersebut adalah keturunan kedua lele dumbo yang diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1985. Sementara itu, F6 merupakan sediaan indukan yang dimiliki oleh Balai Benih Air Tawar Sukabumi.

Berbeda dengan lele sangkuriang, lele phyton dihasilkan dari perkawinan silang antara induk lele betina X Thailand (lele D89F2) dengan induk jantan lele dumbo F6. Lele phyton dikembangkan dan diperkenalkan oleh Teja Suwarna, Sonar Raja Jati dan Wawan Setawan dari Pandeglang Banten.
 
Kedua jenis lele unggul hasil perkawinan silang ini sudah mulai banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hasilnya jauh lebih menguntungkan jika dibanding dengan generasi sebelumnya.

C.     PEMANFAATAN LELE
Umumnya lele dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi dan pemenuhan gizi keluarga. Lele sangat baik dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui serta anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu, lele juga sangat baik untuk mengatasi kekurangan gizi, seperti korengan dan lemah fisik.
Lele yang dipelihara di sawah bisa bermanfaat sebagai memberantas hama padi seperti serangga air, karena serangga termasuk salah satu makanan alami yang sangat digemari lele. Selain itu, lele juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat yang dapat diramu dengan berbagai bahan obat lainnya untuk mengobati beberapa jenis penyakit, seperti asma, datang bulan tidak teratur, hidung berdarah, dan kencing darah.
Lele juga dapat diolah menjadi bermacam-macam produk olahan makanan yang rasanya lezat dan digeari oleh masyarakat. Daging lele yang berukuran besar bisa dibuat filet ikan (daging ikan tanpa duri). Fillet lele biasanya dikemas untuk kebutuhan  ekspor ke beberapa negara seperti Belanda, Amerika dan Eropa. Permintaan ekspor tidak hanya terbatas pada fillet lele, tetapi juga berupa lele potong kepala, lele yang telah dibersihkan isi perutnya dan lele utuh.

D.     POTENSI PASAR
Lele merupakan ikan ekonomis penting. Permintaan pasar (konsumen) terhadap lele cenderung terus meningkat. Kebutuhan atau permintaan terhadap lele tidak pernah surut. Bisa dibilang produksi yang ada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok saja setiap hari membutuhkan lebih dari 75 ton lele konsumsi.
Tingkat konsumsi lele nasional pada tahun 2003 meningkat 18,3%, yaitu dari 24.991 ton/tahun menjadi 57.740 ton/tahun. Revitalisasi lele sampai akhir tahun 2009 menargetkan produksi sejumlah 175 ton atau meningkat rata-rata 21,64% per tahun. Sementara itu permintaan benih lele juga terus meningkat, dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau meningkat rata-rata sebesar 46% per tahun. Kebutuhan benih lele hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 1,95 miliar ekor.
Untuk dapt memenuhi kebutuhan konsumen lele secara nasional perlu adanya pertumbuhan dalam arti pertambahan bobot ikan yang akan menentukan besarnya produksi. Dari uraian di atas dapat dibayangkan bahwa prospek bisnis budidaya lele cukup baik dan terbuka lebar.

Pemasaran lele tidaklah sulit. Lele tergolong ikan yang digemari masyarakat. Selain itu harganya pun terjangkau oleh daya beli masyarakat umum. Peluang pasar lele masih terbuka luas, sehingga memberikan prospek yang baik untuk dikembangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUDIDAYA IKAN SISTEM KARAMBA