A. Perencanaan dan Persiapan
Banyak yang mengatakan kalau usaha budidaya lele relatif mudah
dilaksanakan yaitu tinggal membuat kolam, mengisi air, menebar benih,
memberikan makan, akan tetapi tidak semudah itu kenyataanya. Diperlukan perencanaan
dan persiapan mengenai modal, pemilihan lahan, teknologi yang akan digunakan,
pasar, hingga analisa usahanya perlu dilakukan. Berikut ini penjelasan mengenai
perencanaan dan persiapan usaha budidaya lele :
1. Kesiapan Modal
Modal
merupakan hal yang harus dipersiapkan jika ingin memulai suatu usaha, termasuk
usaha budidaya lele. Pada bisnis budidaya lele, besarnya modal yang diperlukan
tergantung pada jumlah dan luas kolam yang akan dibuat dan jumlah lele yang
akan ditebar. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi biaya produksi dan biaya
operasional, seperti pembelian pakan dan pupuk.
Jumlah
modal yang diperlukan bisa diperkirakan dengan mencari referensi-referensi baik
dari buku maupun bertanya langsung dari orang yang telah berpengalaman dalam
usaha ini. Modal bisa didapat dari dana pribadi seperti tabungan maupun dari
pinjaman. Jika modal berasal dari pinjaman bank, perlu diperhitungkan perkiraan
waktu pengembaliannya dan prosentase bunga yang ditawarkan.
2. Pemilihan Lahan
a. Lokasi
Lokasi budidaya lele yang dipilih sebaiknya memiliki
keunggulan dari segi ekonomi maupun sosial. Segi ekonomi maksudnya lokasi yang
dipilih hendaknya memiliki akses pemasaran yang mudah, sehingga tidak perlu
biaya ekstra untuk melakukan panen dan proses-proses lainnya.
Sedangkan dari kacamata sosial, sebaiknya usaha budidaya lele
yang dilakukan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, atau
bahkan bisa diikuti oleh warga lain sehingga mampu memberikan suatu peluang
usaha. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila usaha yang Anda tekuni berkembang
dengan baik.
b. Ketersediaan Air
Ketersediaan
air di lahan yang akan dijadikan kolam merupakan hal yang wajib diperhatikan
meskipun dalam budidaya lele tidak harus sering melakukan pergantian air.
Adapun sumber air yang bisa digunakan adalah air yang berasal dari sungai,
saluran irigasi, ataupun sumur. Kualitas air juga perlu diperhatikan, seperti
air harus jernih, tidak berbau, tidak asin, dan bebas dari pencemaran zat
kimia.
c. Struktur Tanah
Tanah yang baik untuk dijadikan kolam adalah yang dapt menahan
air dengan baik atau tidak porous. Jenis tanah yang paleng baik yaitu tanah
lempung berpasir. Akan tetapi, tanah porous pun saat ini tetap bisa digunakan
lokasi budidaya lele dengan menggunakan terpal sebagai bahan pembuatan kolam.
3. Penyiapan Teknologi yang
Digunakan
Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah
persiapan teknologi yang akan digunakan, karena melalui teknologi ini bisa
didapatkan hasil yang maksimal. Teknologi budidaya lele dapat diperoleh dari
buku-buku maupun dengan bertanya langsung kepada orang yang telah berpengalaman
dibidang ini. Jika dalam melaksanakan bisnis ini anda mempekerjakan karyawan,
sebaiknya pilih orang yang telah memiliki pengeatahuan atau kemampuan dibidang
budidaya lele.
Perlu diketahui, dalam budidaya lele
teknologi yang digunakan tidak boleh merusak sumber daya alam yang ada.
Penggunaan bahan-bahan kimia sebisa mungkin dikurangi, seperti penggunaan pupuk
ataupun obat-obatan kimia. Bahan-bahan tersebut besar kemungkinan memiliki
dampak negatif bagi lingkungan.
4. Melakukan Analisis Usaha
Analisa usaha yaitu perhitungan mengenai
biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan usaha budidaya lele, seperti
biaya pembelian benih (untuk pembesaran), penyediaan indukan (untuk
pembenihan), pembelian pakan, honor tenaga kerja, serta biaya investasi kolam
serta peralatan yang dibutuhkan. Seluruh variabel yang ada harus ikut dihitung
agar hasil analisa usaha yang dilakukan valid. Perlu diperhitungkan juga harga
jual lele yang akan dihasilkan ditingkat petani, hal ini untuk mengetahui
apakah usaha yang dilakukan menghasilkan keuntukngan atau tidak.
5. Proyeksi Pasar dan
Strategi Pemasaran
Pasar merupakan tujuan akhir dari usaha
budidaya lele yang dilaksanakan. Keuntungan dapat diperoleh jika lele yang
dihasilkan teserap pasar. Oleh sebab itu, proyeksi pasar dan strategi pemasaran
tidak boleh luput dari perhatian.
Proyeksi pasar berarti meraba-raba calon pembeli lele hasil
budidaya. Sedangkan strategi pemasaran yaitu trik-trik yang bisa dilakukan
untuk menarik pembeli atau pasar. Tidak sedikit pembudidaya yang terpaksa
gulung tikar, bukan karena produktifitasnya yang rendah tetapi justru lele yang
dihasilkan tidak terserap pasar dengan baik.
B. Menentukan Segmentasi
Usaha Budidaya Lele
Dalam dunia usaha budiaya lele, dikenal 2 segmen usaha yaitu
pembenihan dan pembesaran. Biasanya pelaku usaha budidaya lele lebih memilih
fokus diantara dua segmen tersebut, karena keduanya memiliki tingkat kesulitan
tersendiri. Namun jika keduanya bisa dilakukan bersama-sama, tentunya keuntungan
yang dihasilkan akan berlipat ganda.
1. Usaha Pembenihan Lele
Pembenihan
lele merupakan kegiatan budidaya lele yang bertujuan menghasilkan benih lele
ukuran tertentu. Usaha ini bisa dilkaukan di kolam tembok, kolam terpal,
akuarium, maupun bak fiberglass. Kegiatan
usaha pembenihan meliputi pemilihan induk, pemeliharaan induk, persiapan kolam
pemijahan, teknik pemijahan induk lele, penetasan telur, pemeliharaan larva,
hingga pendederan.
Benih
lele yang memiliki tingkat perminataan pasar yang tinggi yaitu benih dengan
ukuran 5 – 7 cm, 7 – 9 cm, atau 9 – 13
cm. Benih-benih tersebut sudah siap untuk dipelihara di kolam-kolam untuk
dibesarkan hingga mencapai ukuran konsumsi.
2. Usaha Pembesaran Lele
Pembesaran
lele merupakan kegiatan budidaya lele baik secara intensif maupun semi intensif
untuk menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu 8 – 12 ekor/kg. Ciri-ciri
pembesaran lele secara intensif yaitu pemilihan padat tebar yang sangat tinggi,
yakni 200 – 350 ekor/m3. Pakan yang digunakan sepenuhnya
mengandalkan pelet pabrik, tanpa pakan tambahan.
Sedangkan
pembesaran lele semi intansif memiliki ciri umum padat tebar yang digunakan 150
– 200 ekor/m3. Selain pelet, pada pembesaran lele sistem ini juga
mengandalkan pakan tambahan seperti ikan rucah, keong mas, bekicot, dan limbah
peternakan ayam.
3. Melakoni Usaha Pembenihan
dan Pembesaran Lele
Menjalankan usaha
pembenihan dan pembesaran lele secara bersama-sama tentu membutuhkan waktu dan
tenaga ekstra. Meskipun jarang dilakukan oleh petani, tetapi beberapa masih ada
yang melakukan. Syarat utama menjalankan bisnis tersebut yaitu tersedianya
lahan yang cukup luas. Selain itu juga diperlukan tambahan tenaga kerja, karena
akan sangat sulit menjalankan usaha ini tanpa bantuan tenaga.
Kelebihan
menjalankan usaha pembenihan dan pembesaran sekaligus adalah keuntungan
finansial yang bisa didapat akan jauh lebih besar. Hal ini karena kebutuhan
benih untuk usaha pembesaran dapat dipenuhi sendiri tanpa harus membeli.
Mungkin pengalaman dari para petani di Kampung Lele Boyolali bisa digunakan.
Benih yang dihasilkan oleh para petani dijual semuanya, sedangkan kebutuhan
benih untuk pembesaran didatangkan dari daerah lain yang harganya jauh lebih
murah.
C. Peralatan Pendukung untuk
Budidaya Lele
1. Ember Plastik
Pada usaha budidaya lele, ember plastik biasanya memiliki dua
fungsi. Saat budidaya lele sedang berlangsung, ember plastik digunakan sebagai
tempat penyimpanan pakan pelet. Sedangkan saat panen, bisa digunakan sebagai
wadah untuk menampung lele yang telah dipanen.
2.
Keranjang Plastik
Seperti halnya ember plastik, keranjang plastik juga memiliki
dua fungsi. Fungsi yang pertama untuk menampung lele saat panen. Keranjang
diletakan di dasar kolam, kemudian setelah penuh bisa langsung diangkat dan
ditimbang. Fungsi kedua yaitu sebagai saringan saat penydotan air kolam agar
lele tidak ikut tersedot. Keranjang plastik ini mampu menampung lele sebanyak
50 kg.
3. Baskom Plastik Berlubang
Baskom plastik berlubang digunakan pada waktu penyaringan
benih (sortir) untuk menentukan
ukuran benih yang diinginkan. Ukuran lubangnya bervariasi, sesuai dengan ukuran
benih lele.
4. Pompa Diesel dan Slang
Plastik
Penggunaan pompa diesel ini tidak mutlak diperlukan, bisa
disesuaikan dengan kondisi lokasi budidaya lele. Jika kolam tidak memiliki
lubang pembuangan, maka pompa diesel ini
diperlukan untuk menyedot air. Begitu pula jika letak sumber air jauh,
maka untuk mengalirkan air hingga ke kolam diperlukan pompa diesel.
5. Seser
Seser merupakan jaring yang dibentuk sedemikian rupa yang
fungsinya untuk menangkap ikan dan membersihkan dasar kolam dari sampah atau
kotoran yang ada. Pegangan atau gagang seser biasanya terbuat dari besi atau
kayu.
6. Hapa
Hapa
merupakan jaring dengan ukuran yang cukup besar untuk menampung lele setelah
panen. Hapa juga bisa digunakan sebagai alat tangkap jika panen dilakukan hanya
sebagian saja, yaitu tanpa pengeringan kolam terlebih dahulu. Ukuran hapa yang
ada di pasaran yaitu 3 x 4 m dan 2 x 5 m, dengan kedalaman 1 m. Untuk hapa
dengan ukuran 3 x 4 m harganya Rp. 300.000,-.
7. Piring Plastik
Melakukan penebaran pakan dalam jumlah banyak, tentu tidak
efisien bila hanya menggunakan tangan. Oleh sebab itu, biasanya petani
menggunakan piring plastik ketika pemberian pakan di kolam. Piring plastik
dipilih karena permukaannya cukup luas dan tidak terlalu cekung, sehingga pakan
yang disebar bisa merata.
8. Sabit dan Cangkul
Alat-alat ini banyak digunakan ketika proses sanitasi
lingkungan kolam. Jika kolam berada dilokasi terbuka seperti areal persawahan,
maka apabila tidak dilakukan sanitasi lingkungan akan tumbuh rumput atau gulma.
Rumput dan gulma merupakan sarang bagi hama lele, seperti ular linsang, dan
sebagainya.
9. Wadah Penampung untuk
Seleksi
Wadah penampung biasanya menggunakan terpal yang dipasang pada
kayu, sehingga berbentuk seperti kolam kecil. Fungsinya untuk menampung lele saat
panen sambil dilakukan seleksi (grading)
untuk memisahkan tiap-tiap ukuran lele.
10. Alat Timbang
Seperti namanya, alat timbang atau timbangan digunakan untuk
menimbang benih atau lele yang telah lolos seleksi. Alat ini sangat dibutuhkan
dalam usaha budidaya lele.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar