A. Pengadaan
Benih Belut
Pengadaan benih belut tidak kalah
pentingnya dengan pembuatan media budidaya. Pemilihan benih yang baik menjadi
kunci pokok selanjutnya setelah pembuatan media yang tepat.
Beberpa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan benih adalah sebagai berikut ;
·
Benih
mudah diperoleh dan tersedia secara kontinyu
·
Kualitas
benih dipilih yang terbaik. Kualitas benih menjadi jaminan awal keberhasilan
budidaya belut
·
Ukuran
benih harus seragam. Hal ini dikarenakn untuk menghindari persaingan dan
kanibalisme
·
Diusahakan
agar asal benih memiliki kondisilingkungan yang hampir sama dengan tempat
pembesaran agar belut memiliki aaptasi yang baik terhapad lingkungan barunya.
Adapun ciri-ciri benih belut yang berkualitas baik dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagai berikut ;
·
Gerakannya
lincah dan agresif, bila disentuh akan langsung bereaksi
·
Tidak
mempunyai cacat tubuh, tidak luka, tidak ada penyakit yang menempel, kulit
halus mulus dan licin
·
Umurnya
dibwah empat bulan untuk pembesaran.
Benih yang akan dibudidayakan
dapat diperoleh dari hasil pemijahan buatan atau berasal dari tangkapan dari
alam. Benih budidaya merupakan hasil pemijahan dengan campur tangan manusia
pada media dan wadah yang telah disiapkan dan direkayasa sehingga kondisinya
seperti kondisi asli di alamnya.
Benih belut hasil budidaya
memiliki beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut ;
§ Ukurannya relatif lebih
homogenn sehingga dapat mengurangi kanibalisme
§ Kondisi fisiknya lebih baik
selama tidak mengalami kerusakan saat ditangkap
§ Tidak memerlukan karantina
terlebih dahulu karena bisa dijamin aman terjaga dari penyakit dan kondisi
fisiologisnya lebih baik. Namun perlu dilakukan aklimatisasi bila asal benihnya
dari jauh.
Sedangkan belut hasil tangkapan dari alam merupakan benih belut
yang diperoleh dari hasil tangkapan dari sawah, sungai atau rawa-rawa dengan
menggunakan alat tangkap yang memungkinkan belut masih dalam kondisi hidup
setelah ditangkap.
Beberapa hal yang oerlu
diperhatikan apabila akan menggunakan belut tangkapan dari alam diantaranya
sebagai berikut ;
§ Belut yang ditangkap dari alam
biasanya mengalami kerusakan fisiknya. Oleh karena itu harus jeli dalam
mengecek kondisi fisik belut, harus dipilih yang benar-benar bagus kualitasnya
§ Ukuran belut tangkapan dari alam biasanya tidak
seragam, oleh karena itu harus dilakukan penyortiran dan disesuaikan ukurannya
agar tidak terjadi kanibalisme.
§ Dilakukan karantina terlebih
dahulu untuk mengecek apakah belut-belut tersebut mengandung penyakit yang
menular atau tidak. Karantia dilakukan dengan menampung belut dalam kolam yang
dialiri air bersih setinggi 2-4 cm dan setiap 5-6 jam sekali air diganti.
Proses karantina ini dilakukan selama dua hari. Pada saat dilakukan karantina
diberikan pakan berupa kocokan telur ayam tiap sehari sekali, setelah satu jam
pemberian pakan tersebut baru dilakukan penggantian air.
B. Penebaran
Belut
Setelah semua siap (media dan benih
belut) maka langkah selanjutnya adalah penebaran belut ke dalam media budidaya.
Penebaran belut untuk pembesaran perlu kehati-hatian dan ketepatan agar
kematian belut pada minggu-minggu pertama dapat dikurangi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
sebelum dilakukan penebaran belut antara lain adalah mengecek kembali kesiapan
media budidaya. Dicek apakah media benar-benar telah bebas dari gas-gas beracun
yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan. Dilakukan pula pengecekan apakah
bahan-bahan organik telah terdekomposisi secara sempurna karena bahan-bahan
organik tersebut menjadi bahan utama pakan belut.
Kemudian dilakukan pengecekan aliran
air pada wadah budidaya tersebut, debit air ideal untuk budidaya belut adalah
0,1 liter/detik/100 m2. Setelah itu perlu pula dilakukan adaptasi
terhadap belut dengan lingkungan yang baru. Pengadaptasian bisa dilakukan
dengan mencampur air media transportasi dengan air media yang baru. Bisa
dilakukan penyegaran terhadap belut dengan menggunakan larutan gula pasir
secukupnya dan diistirahatkan selama 30 menit hingga belut kembali segar.
Adapun langkah-langkah penebaran benih
belut adalah sebagai berikut ;
§ Penebaran sebaiknya dilakukan
pada pagi hari (pukul 06.00 – 09.00) atau sore hari (pukul 15.00-17.000. Pada
jam-jam tersebut intensitas cahaya matahari sudah berkutang sehingga suhunya
juga tidak terlalu panas. Suhu panas mengakibatkan kadar oksigen rendah
sehingga akan membahayakan kehidupan belut.
§ Lakukan aklimatisasi yaitu
dengan mencelupkan wadah belut secara perlahan-lahan dan biarkan belut keluar
sedikit demi sedikit secara sendirinya.
§ Biarkan belut bergerak bebas
dalam kolam, jangan paksakan belut dengan ditenggelamkan di dalam lumpur.
§ Indikator bahwa belut telah
nyaman di dalam kolam yaitu ditandai dengan belut akan membuat lubang sebagai
tempat tinggalnya hingga besar. Selama belut merasa aman dan nyaman maka dia
tidak akan membuat lubang baru.
§ Amati pada minggu-minggu awal
pemeliharaan. Pada masa itu biasanya kematian tertinggi belut yang baru
ditebar. Tanda-tanda alami kematian belut yaitu jika pada pagi sampai siang
hari belut berada di permukaan dapat dipastikan belut tersebut akan segera
mati. Kematian belut biasanya diakibatkan oleh luka, stress atau terkena racun.
C. Pertumbuhan
Belut
Faktor utama keberhasilan budidaya
belut adalah pertumbuhan belut yang optimal. Pertumbuhan merupakan pertambahan
panjang dan berat belut. Pertumbuhan merupakan pertambahan jaringan akibat
pembelahan sel secara mitosis (pembelahan sel) atau hipertrofi (jumlah sel
tetap sedangkan volume bertambah). Pertumbuhan merupakan proses biologi yang
komplek karena dipengaruhi banyak faktor.
Pakan yang dionsumsi oleh belut
digunakan untuk metabolisme, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan
bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Jika energi yang digunakan tersebut terdapat
sisa maka kalori dan nutrisi akan digunakan untuk membuat sel baru. Sel baru
ini merupakan penambahan unit atau penggantian sel yang secara keseluruhan akan
menghasilkan perubahan ukuran.
Laju pertumbuhan belut dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam
merupakan faktor biotik seperti keturunan, seks, umur, berat dan peyakit. Faktor dari dalam sulit diontrol, tetapi
masih bisa dikontrol dengan menyeleksi benih yang berkualitas baik.
Pertumbuhan belut juga berbeda menurut
jenis kelaminnya karena belut berubah kelamin dari betina ke jantan. Pada saat
memijah, pertumbuhan belut akan melambat karena energinya digunakan untuk melakukan
reproduksi dan belut mengurangi bahkan tidak makan.
Pertumbuah belut juga dipengaruhi oleh
usia. Belut muda pertumbuhannya lebih cepat daripada belut dewasa/tua.
Kebutuhan energi belut muda lebih banyak karena digunakan untuk pertumbuhan.
Sedangkan belut dewasa/tua pada umumnya kekurangan makan berlebih untuk
pertumbuhan karena sebagian besar energi makanannya digunakan untuk
pemeliharaan tubuh dan pergerakan.
Sedangkan faktor luar yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan belut adalah suhu, oksigen, pH, CO2, amoniak,
makanan, kepadatan. Faktor luar yang paling berpengaruh adalah suhu perairan
dan makanan.
Kandungan makanan yang paling
dibutuhkan belut adalah protein dan lemak karena belut jenis hewan karnivora.
Karbohidrat hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit saja.
D. Pakan Belut
Seperti halnya hewan karnivora
lainnya, belut juga memiliki sifat rakus terhadap makanannya. Hewan karnivora
dicirikan dengan gigi-gigi runcing kecil untuk meyergap, menahan dan merobek
mangsa. Belut mencari mangsa di sekitar lubang sarangnya. Setelah tidak
menemukan mangsanya baru kemudian belut melakukan eksansi ke wilayah lain.
Kadar protein pakan dalam budidaya
belut sebaiknya 30 – 50 %. Hal ini dikarenakan kebutuhan gizi belut terutama
kebutuhan protein dan kandungan asam aminonya cukup tinggi untuk memenuhi
energi pertumbuhannya. Dalam budidaya
belut, diusahakan jangan sampai mengalami keterlambatan dalam memberikan pakan
terhadap belut untuk menghindari kanibalisme. Laju pertumbuhan terpesat belut
adalah pada saat usia dua bulan setelah penebaran dari ukuran benih 12 -15 cm.
Belut akan menyantap makanannya dengan
baik apabila merasa nyaman dalam lingkungan hidupnya. Untuk dapat mewujudkan
kenyamanan lingkunganya, penyiapan media budidaya belut menjadi faktor
kuncinya. Pada saat awal penebaran benih belut, alangkah baiknya bila
sebelumnya sudah dilakukan pakan alami berupa cacing, bekicot, keong, yuyu,
atau hewan lainnya yang telah direbus.
Pemberian pakan belut berupa pelet
dilakukan dengan cara ditaburkan merata ke seluruh media budidaya. Dengan cara
itu belut tidak membutuhkan banyak energi untuk mencari makanannya. Namun belut
lebih menyukai pakan alami daripada pakan pelet. Butiran pelet yang kasar juga
bisa merusak pencernaan belut dan menyebabkan perut belut berwarna kehitaman.
Setelah belut dewasa bisa diberikan
pakan tambahan yang lebih bervariasi karena setelah dewasa pencernaan belut
telah tumbuh dengan sempurna. Jumlah
pemberian pakan harus disesuaikan dengan berat populasi belut. Frekuensi
pemberian pakan dilakukan sehari sekali pada waktu sore/ malam hari (pukul
17.00 – 18.00). Namun apabila tempat budidaya terdapat naungan yang gelap,
pemberian pakan bisa dilakukan kapan saja saat
belut merasa lapar. Pemberian
pakan berupa bahan segar atau hidup dapat diberikan 2-3 hari sekali.
Dapnia
Belut lebih menyukai pakan binatang
hidup seperti kutu air (dapnia),
cacing sutera, ikan kecil, kecebong dan serangga. Ada beberapa tahapan dalam
pemberian pakan belut yaitu antara lain sebagai berikut ;
·
Untuk
merangsang nafsu makan belut setelah tebar hingga umur 11 hari belut diberi
pakan cincangan kepiting.
·
Setelah
itu diberi pakan alami mati seperti keong, bekicot atau hewan mati (yang tidak
tercemar penyakit) setelah umur 12 hari hingga 1 bulan
·
Kemudian
belut diberi pakan hidup seperti cacing, belatung, kecebong/berudu, cetol dan
ikan kecil pada usia belut 2-3 bulan.
·
Selanjutnya
pada umur 3-4 bulan atau lebih, belut dapat diberi kombinasi pakan alami hidup
atau mati.
Untuk pemberian pakan
pembesaran belut selama 4 bulan untuk 10 kg belut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini ;
Umur
|
Prosentase Pakan yang
diberikan
|
Berat Pakan yang Diberikan
(kg/hari)
|
Jumlah Pemberian Pakan (kg)
|
1 – 30 hari
|
5
|
0,5
|
30 x 0,5 = 15
|
31 – 60 hari
|
5 – 10
|
0,5 – 1
|
(30x0,5)-(30x1) = 15 – 30
|
61 – 90 hari
|
10 – 15
|
1 – 1,5
|
(30x1) – (30x1,5) = 30 – 40
|
91 – 120 hari
|
10 – 20
|
1 – 2
|
(30x1) – (30x2) = 30 – 60
|
Total
|
90 – 150
|
Bekicot
Jumlah pakan yang dibutuhkan belut
untuk menaikkan bobot seberat 1 kg membutuhkan pakan sebanyak 2 kg. Hal tersebut berarti FCR (feet covertion ratio) belut adalah
2. Alur energi pakan dalam tubuh belut dapat
dilihat dalam bagan di bawah ini.
Alur
distribusi energi pakan dalam tubuh belut
E. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama adalah organisme
pengganggu yang tidak diharapkan kehadirannya di kolam budidaya belut karena
bersifat kompetitor atau predator.
1.
Kompetitor
Kompetitor
adalah hewan yang keberadaanya dalam media budidaya dapat menjadi pesaing dalam
mendapatkan pakan atau ruang hidup dalam media. Kompetitor pada belut
diantaranya adalah ikan lain.
2.
Predator
Predator
adalah hewan yang dapat memangsa belut. Hewan yang termasuk dalam predator
belut diantaranya adalah kepiting, berang-berang, linsang, biawak, ular,
burung, serangga dan itik. Namun belut juga bisa menjadi predator bagi belut
lain ketika ketersediaan pakan dalam media budidaya kurang.
Penanggulangan hama dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menjaga
sanitasi lingkungan budidaya belut sehingga kondisi lingkungan sekitarnya tidak
memungkinkan sebagai sarang atau tempat persembunyian hama belut.
2.
Memasang
pagar keliling kolam media budidaya belut untuk mencegah masuknya hama tersebut
ke dalam media budidaya.
3.
Memasang
tali di atas media budidaya belut untuk mencegah masuknya burung pemangsa
belut.
4.
Memasang
lampu penerangan di sekitar kolam budidaya belut untuk menakuti predator yang
tidak suka keberadaan cahaya terang.
Penyakit merupakan segala sesuatu yang
dapat menimbulkan gangguan terhadap belut baik secara langsung maupun tidak
langsung. Gangguan pada belut dapat berupa ;
-
Mikroorganisme
yang dapat menimbulkan penyakit seperti bakteri, virus, protozoa dan jamur.
-
Kualitas
dan kuantitas pakan yang kurang
-
Kondisi
lingkungan media budidaya yang tidak mendukung kondisi yang baik untuk
kehidupan belut.
Ekosistem budidaya belut dapat dengan
mudah mengalami perubahan secara cepat. Semakin tinggi intensiatas budidaya
maka semakin tidak stabil pula kondisi fisik, kimia dan biologi media budidaya.
Jika faktor lingkungan melebihi ambang batas kisaran toleransi maka akan
mengganggu kondisi fisiologis belut sehingga mengakibatkan stress.
Dalam budidaya, mencegah datangnya
penyakit lebih baik daripada mengobati. Langkah-langkah pencegahan penyakit
pada belut dilakukan dengan ;
-
Menghindari
masuknya bibit penyakit ke dalam media budidaya
-
Fermentasi
media harus berjalan selesai sempurna
-
Hindari
penggunaan air yang tercemar
-
Lakukan
karantina pada belut sebelum tebar untuk belut yan terkena penyakit
-
Gunakan
pakan baru dan masih berkualitas baik.
Apabila telah terlanjur terkena penyakit
maka harus dilakukan pengobatan. Untuk pengobatan dapat dilakukan dengan
tindakan sebagai berikut ;
-
Perendaman
Perendaman sangat efektif dilakukan untuk penyakit yang
mengenai bagian luar belut seperti pada kulit.
Penyakit ini biasanya penyakit jamur atau penyakit luka yang menyebabkan
borok pada lapisan luar.
-
Melalui
Pakan
Pengobatan
melalui pakan dilakukan pada belut yang belum begitu parah terkena penyakit dan
masih ada nafsu makan. Pengobatan melalui pakan dilakukan untuk membunuh
mikroba yang dapat menyebabkan penyakit atau memberikan kekebalan tubuh pada
belut.
Penyakit
Jamur pada Belut
F. Panen
Dan Paska Panen Belut
Panen dilakukan apabila telah
melalui proses pengamatan dan perhitungan yang matang. Perhitungan disini bisa
melalui perhitungan pakan yan telah diberikan sehingga bisa dilakukan prediksi
berat total belut yang dibudidayakan atau bisa juga melalui sampling belut yang
dibudidayakan. Apabila telah memenuhi kriteria yang menguntungkan maka bisa
dilakukan pemanenan.
Panen
belut bisa dilakukan dengan dua macam kategori yaitu panen total dan panen
sebagian. Panen total adalah panen yang dilakukan dengan mengambil seluruh
belut yang dibudidayakan dengan berbagai macam ukuran. Sedangkan panen sebagian
dilakukan dengan memanen seluruh belut kemudian diseleksi yang telah memenuhi
berat yang layak jual sementara belut yang belum masuk kriteria (masih kecil)
dibudidayakan kembali untuk mencapai besar yang diinginkan.
Untuk
pembesaran belut, rata-rata lama waktu pemeliharaan adalah empat bulan untuk
pasar lokal. Sedangkan untuk pasar ekspor lama pemeliharaan belut setelah enam
bulan pemeliharaan. Berat belut yang yang dihasilkan dapat mencapai 5 – 15 kali
lipat dari berat benih awal. Namun dengan berat panen 6 – 8 kali sudah bisa
dikatakan sangat bagus.
Pasar
ekspor belut juga berbeda-beda menurut negara tujuannya. Jepang menyukai belut
dengan ukuran 2 – 3 ekor/ kg, Korea 5 – 7 ekor/kg, Taiwan 1 – 12 kg/kg dan
Hongkong 10 ekor/kg.
Perlakuan belut setelah dipanen tidak kalah pentingnya dengan
tahap-tahap sebelumnya. Cara handling belut akan menentukan kualitas belut dan
kualitas ini akan mempengaruhi harga belut baik hidup
maupun mati. Produk perikanan memang sangat rentan terhadap kebusukan dimana
awet dan tidaknya sangat bergantung pada perlakuanya setelah panen.
Untuk belut hidup cara penangannya tidak serumit belut dalam
kondisi mati. Untuk belut hidup cukup menyediakan wadah dan air. Namun tetap
dijaga kondisi sedemikian sehingga belut masih merasa nyaman dalam kondisi
lingkungan itu agar tidak mudah stres sehingga menyebabkan kematian.
Sedangkan untuk belut mati (beku) membutuhkan
biaya dan penanganan yang agak rumit dan lebih mahal. Untuk memproses belut
dalam kondisi mati membutuhkan keahlian dan ketrampilan tersendiri. Jangan
sampai belut yang mati tersebut dalam kondisi tidak segar saat mau dibekukan.
Penggunaan es dan penanganan rantai dingin (cold
chain system) pada suhu 0 – 4
derajat celcius tidak boleh terputus mulai dari produsen, penanganan,
pengolahan, distribusi sampai konsumen.
________________________________________________________________
DAFTAR
PUSTAKA
Saparinto,
Cahyo. 2009. Panduan Lengkap Belut. Penebar
Swadaya. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar